Tradisi Memotong Rambut Gimbal (Dieng)

Minggu, 11 Januari 2015

Dataran Tinggi Dieng dianggap sebagai sebuah tempat yang memiliki nuansa mistis sekaligus dianggap suci. Dieng sendiri berasal dari kata Jawa Kuno dihyang yang artinya tempat arwah para leluhur.
Dataran Tinggi Dieng memiliki kecantikan alam dalam balutan udara yang sejuk dan dihangatkan oleh keramahan masyarakatnya. Akan tetapi, ada hal unik di Dataran Tinggi Dieng yaitu fenomena anak gembel atau anak gimbal.
Fenomena anak gimbal ini terjadi di sejumlah desa di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Anak-anak asli Dieng yang berusia 40 hari sampai 6 tahun memiliki rambut gimbal yang alami dan bukan diciptakan.
Anak gimbal tersebut  awalnya terserang demam dengan suhu tubuh sangat tinggi disertai menggigau waktu tidur (ngromet). Gejala tersebut tidak bisa diobati sampai akhirnya normal dengan sendirinya namun rambut sang anak akan berubah menjadi gimbal.
..memotong rambut gimbal sebelum si anak meminta maka akan mengakibatkan si anak sakit dan rambut pun kembali tumbuh gimbal.
Rambut gimbal anak-anak tersebut ada yang beberapa helai tergulung di belakang, tertutupi rambut halus di bagian luar. Ada pula yang menggumpal gimbal dan tebal seperti rambut kusam yang tak pernah dicuci.
Anak-anak gimbal ini juga kadang bertingkah tidak seperti anak seumurannya karena sering menyendiri. Masyarakat setempat percaya bahwa saat anak tersebut menyendiri adalah tengah bercengkerama dengan teman gaibnya. Mereka tidak berani melanggar pantangan-pantangan menyangkut mitos anak gembel ini, seperti memotong rambut gimbal tersebut sebelum si anak meminta untuk dipotong. Apabila dilanggar maka akan mengakibatkan si anak sakit dan rambut pun kembali gimbal.
Rambut gimbal anak Dieng dipercayai sebagai titipan penguasa alam gaib dan baru bisa dipotong setelah adanya permintaan dari anak bersangkutan. Ada juga permintaan dari si anak yang harus dipenuhi dan keinginan ini pun tidak bisa diintervensi pihak lain termasuk oleh orang tuanya. Permintaan tersebut harus dipenuhi, tidak boleh kurang atau lebih. Kadang si anak bisa meminta apa saja, belum lagi pelaksanaan ruwatan gembel atau ritus pemotongan rambut gimbal yang membutuhkan biaya cukup besar. Kadang apabila permintaan si anak tidak dikabulkan maka si anak akan kembali sakit dan rambut gimbalnya kembali tumbuh.
Sebelum upacara pemotongan rambut, akan dilakukan ritual doa di beberapa tempat agar upacara dapat berjalan lancar. Tempat-tempat tersebut adalah Candi Dwarawati, komplek Candi Arjuna, Sendang Maerokoco, Candi Gatot Kaca, Telaga Balai Kambang, Candi Bima, Kawah Sikidang, komplek Pertapaan Mandalasari (gua di Telaga Warna), Kali Pepek, dan tempat pemakaman Dieng. Malam harinya akan dilanjutkan upacara Jamasan Pusaka, yaitu pencucian pusaka yang dibawa saat kirab anak-anak rambut gimbal untuk dicukur.
Keesokan harinya baru dilakukan kirab menuju tempat pencukuran. Perjalanan dimulai dari rumah sesepuh pemangku adat dan berhenti di dekat Sendang Maerokoco atau Sendang Sedayu. Selama berkeliling desa anak-anak rambut gimbal ini dikawal para sesepuh, para tokoh masyarakat, kelompok-kelompok paguyuban seni tradisional, serta masyarakat.
Setelah kirab kemudian dilakukan pemandian anak gimbal di sumur Sendang Sedayu atau Sendang Maerokoco yang berlokasi di utara Darmasala komplek Candi Arjuna. Saat memasuki sumur Sendang Sedayu tersebut anak-anak gimbal dilindungi payung Robyong dan kain panjang di sekitar Sendang Maerokoco. Setelah selesai, anak-anak gimbal tersebut dikawal menuju tempat pencukuran.
Saat upacara pencukuran akan dipersembahkan sesajian berupa kepala ayam, tempe gembus, kambing etawa, marmut, dan sesajian lainnya yang berasal dari hasil bumi sekitaran Dataran Tinggi Dieng.
Sebelum pencukuran, kesenian tradisional akan menghibur anak-anak gimbal dan masyarakat. Saat tiba waktunya pemotongan rambut maka satu -persatu anak gimbal dipanggil. Di antara mereka ada yang merasa ketakutan dan ada juga yang ceria dalam suasana ramainya pengunjung. Orang tua si anak gimbal percaya bahwa ritual ini dapat membebaskan anak mereka dari segala penyakit dan mendatangkan rezeki.
Proses pemotongan rambut anak gimbal akan berlangsung sekitar 30 menit bertempat di depan Candi Arjuna. Pencukuran rambut gimbal ini dilakukan tokoh masyarakat didampingi pemandu dan pemangku adat.
Berikutnya upacara akan dilakukan menyerahkan benda atau hal yang diminta si anak gimbal sebelumnya. Para abdi upacara selanjutnya akan menghanyutkan potongan rambut gimbal ke Telaga Warna yang mengalir ke Sungai Serayu dan berhilir ke Pantai Selatan di Samudera Hindia.
Pelarungan potongan rambut gimbal ke sungai menyimbolkan pengembalian bala (kesialan) yang dibawa si anak kepada para dewa. Ada kepercayaan bahwa anak-anak gimbal ini ditunggui jin dan pemotongan rambut tersebut akan mengusir jin keluar dari tubuhnya sehingga segala bala akan hilang dan rezeki pun datang.
Ada dua versi tentang asal-usul anak Dieng yang berambut gimbal ini. Pertama, yang umum beredar di masyarakat adalah rambut gimbal tersebut adalah titipan Kyai Kolodete, yaitu nenek moyang masyarakat Dieng yang pertama kali membuka desa tersebut. Kyai Kolodete bersumpah tidak akan memotong rambutnya dan tidak akan mandi sebelum desa yang dibukanya menjadi makmur. Kelak keturunannya akan mempunyai ciri rambut sama seperti dirinya dan itu pertanda akan membawa kemakmuran bagi desanya. Versi kedua adalah rambut gimbal tersebut titipan Kanjeng Ratu Kidul di Pantai Selatan. Kepercayaan ini diyakini masyarakatnya yang sebagian masih menganut kepercayaan Kejawen.
upacara cukur rambur anak gimbal ini sudah dimasukkan dalam acara tahunan "Dieng Culture Festival" di bulan Juli. Acara ini menampilkan ruwatan rambut gimbal, festival seni budaya, pameran produk khas Dieng. Anda akan melihat anak-anak gimbal dikirab dengan kereta kuda diiringi para abdi berpakaian adat Jawa dan diikuti tarian selama mengelilingi kampung. Tarian ini juga dimeriahkan permainan angklung dan harmonisasi perkusi dan gamelan Jawa dalam nuansa tradisi Jawa dan Islam. Ditampilkan juga beragam atraksi seni seperti warok, lengger, tek-tek, rampakyaksa, barongsai, dan beragam kesenian lainnya. (Him/Indonesia.travel)

Tradisi Sedekah Bumi Kabupaten Pati

Kabupaten pati merupakan salah satu kabupaten di Jawa tengah yang mempunyai beragam adat budaya dan tradisi, Terletak di jalur pantura, Kabupaten ini tentunya menjadi salah satu tempat untuk singgah bagi mereka yang melewatinya. Kabupaten Pati  ini boleh di bilang mempunyai dua bagian yang satu sama lain saling menguatkan, yaitu daerah Pesisir laut dan daerah pegunungan. Sebagai daerah pesisir laut sejak zaman dulu kabupaten pati selalu menjadi salah satu tempat transit bagi para prdagang bahkan menjadi salah satu tempat untuk menjajakan dagangan bagi para saudagar dari beberapa negara seperti india, arab dan eropa tentunya. Sebagai daerah pegunungan pati juga di jadikan tempat untuk bertapa ataupun sekedar untuk beeristirahat bagi para saudagar. Dengan hadirnya para pedagang dari berbagai daerah mau tidak mau maka tercampurlah tradisi-tradisi lokal, budaya masyarakat dengan pendatang, dan tentunya pula hal ini menjadikan kabupaten ini mempunyai banyak budaya dan tradisi yang beragam.

Kalau di daerah pesisir ada tradisi dan budaya yang sampai saat ini terus di lestarikan Seperti Lombana atau sedekah laut daerah pesisisir, maka di daerah pegunungan/daratan ada tradisi yang namanya Kabumi ( sedekah bumi) contohnya meron di sukolilo pati, seperti halnya sedekah laut, sedekah bumipun mempunyai arti yang sama dengan sedekah laut, akan tetapai cara dan tradisinya yang berbeda, kalau sedekah laut cenderung untuk memanjatkn puji syukur kepada Tuhan atas nikmat dari laut yang begitu besar, begitu pula sebaliknya sedekah bumi demikian juga. Kabumi (sedekah bumi) biasanya di laksanakan antar bulan syawal-bulan dzulhijjah (bulan besar dlm bahasa jawa), kegiatan ini biasanya di lakukan di tempat dimana salah satu cikal bakal dari desa tersebut di mkamkan, sebelum ritual ini di laksanakan, biasanya para ibu rumah tangga memesak berbagai masakan paling enak untuk di bawa ke tempat tersebut, dan makanan-makan tersebut akan di kumpulkan menjadi satu sebelum akhirnya nanti masyarakat setempat berdoa bersama-sama. dan secara bersama-sama makanan tersebut akan di makan, dan sebagian besar nantinya akan di bawa pulang orang dari berbagai daerah untuk di makan, kegiatan ini dulunya merupakan bentuk dari rasa sykur masyarakat kepada Tuhanya atas hasil bumi yang selama satu tahun di berikan.

Seiring dengan berjalanya waktu, sedekah bbumi sekarang bukan hanya sebagai kegiatan syakral masyarakat setempat, akan tetapi sekarang menjadi salah satu tradisi sakral yang di barengi dengan berbagai macam hiburan bahkan menjadi salah satu tradisi masyarakat yang menjadi potensi wisata bagi kabupaten pati, lihat saja contohnya di tunjung rejo, kegiatan ini di lakukan dengan berbagaimacam hiburan seperti pawai bareng yang di iringi dengan berbagai macam kesenian. Acara sedekah bumi sendiri ini sekarang di lakukan hampir satu minggu, biasanya di awali dengan kegiatan-kegiatan keagamaan seoperti Hotmil qur"an, tahlil bersama dan pengajian umum, slain itu juga terdapat berbagai acara tradisional seperti pementasan kethoprak.

Memang acar seperti ini bagi sebagian orang di anggap menyimpang dari nilainilai agama kalu kita lihat dari kacamata yang sangat sempit, akan tetapai kalau kita lihat lebih luas, acara ini merupakan acara ukhiwwah  dan saling mengenal, berkumpul antar masyarakat, selain itu acara ini merupakan acra syukurnya masyarakat setempat dalam memenjatkan puji syukur kepada Tuhanya.

Apapun itu sedekah bumi sudah menjadi tradisi masyarakat dan kearipan lokal yang harus kita jaga sebagai aset wisata.

Cerkak Jawa

Kamis, 08 Januari 2015

Udin Bocah Nakal

Ndek sore nalika wayah surup srengengene nggandhul ana ing sisih kulon, sing asale srengenge warnane kuning sakiki mulai ngabang kalingan mega. Hawane wis ora pati panas Udin mlaku ijen ana ing sawah bubar saka ngarit, tangan tengen katon nggegem arit, sirahe nyunggi suket saka pengaritan mlaku muleh. Karo mlaku Udin plingak-plinguk mripate nyawang sakkubenge, “jebul wis sepi ya, gak enek uwong blas” Udin ngomong dhewe karo menggeh-menggeh lan ringete sakjagung-jagung, wajahe katon pucat lan wedi, pikire kuatir ketemu lelembut sing medeni, saya suwi lakune Udin dibanterke kareben cepet tekan omah lan bisa ngaso. Nalika wis tekan desa ora adoh saka omahe Udin, Udin ketemu karo bocah cilik sing lagi ngenyut es, “dek kowe mrene sediluk dek tak kandani!” karepe Udin kepingin njaluk nyucup es sing dikenyut karo bocah cilik mau “lanopo mas?” bocah cilik mau takon karo nyedhak wajahe sodhok wedi “ora apa-apa dek rene aku njaluk es mu” Udin ngomong karo nyelehke sukete “emoh mas aku iki nyuwun tumbaske emak kok” krungu semaurane bocah cilik mau Udin sodok nesu lan nyedhaki manih, es dioyok saka tangane bocah cilik mau “kene aku njalok sakitik kok, kumet men kowe” Udin sodhok mekso “emoh mas emoh” bocah cilik mau kaya wis kepingin nangis. pancen Udin awake sodhok kesel lan ketelak ora mikir dawa es bungkusan plastik lengkap karo sedotan sing dicekel bocah cilik mau disaut karo Udin, dicokot pojokane plastik langsung diuyop nganti entek. Bocah cilik mau langsung mewek karo mblayu “tak kandakke emak sampian mas hiii hiii hii”. Udin gugup suket sing diselehke mau langsung disunggi manih lan cepet-cepet muleh ben ora ketemu wongtuwane bocah cilik mau.
            Ora suwe Udin tekan ngomah, suket hasile ngarit mau langsung diselehke ing sakcedhake palungan (wadah pakan). Saka jero omah makne Udin metu nyedhaki Udin “Udiiiiiin Udin budhal ngarit kok yahmene lagi muleh laponan wae kowe nak sawah??” karo nyopot sandangane udin semaur “nganu mak sukete teng sawah arang-arang mak, angil nggoleke suket, niki wau kula wae nyolong gadhae tiang sekedhik kok mak” bubar krungu semaurane Udin makne Udin kaget langsung ngelus dhadha karo ngomong nanging suwarane dibanterke “loh leee lee bocah kok nyolongan, kowe iki piye to le aja mbok ulangi kelakuan ala ngana kuwi kok dirumat malah numani wae. Yen wis gedhe kowe kuwi bakal dadi pengayom keluarga masak kelakuanmu kaya mengkana ta lee le, wis kana na adus na mangan” Udin cengar cengir “hehe inggih mak”. Karo godheg-godheg makne Udin bali melbu nyang njero ngomah.
            Bubar adus bubar mangan Udin nyedhaki emakne sing lagi nonton tivi, tangane Udin ngatong nang garepe emakne “mak nyuwon artone” “gawe apa le kok njaluk duwek barang kate nyang ngendi??” karo cengengesan kaya bocah cilik Udin njawab “hehehe damel tumbas es lo mak 5000 wae lo mak” makne ora noleh model cuwek “boh ora duwe duwek” wajahe Udin sing maune sok manja langsung maleh merengut lan nggremeng karepe dhewe “njaluk dhuwek 5000 ae kok ra dikeki glani kok kumet temen karo anake” Udin mlengos nggloyor mlebu kamare lan lungguhan ana ing peturon dhewekan lan lampune dipateni amerga pancen nesu kuwi mau dadi Udin pingin petengan wae. Ora suwe adzan isyak keprungu saka masjid  tandane wis wayae shalat isyak, makne Udin nganggo rukuh lan budal nyang masjid jamaah “Udin aku jamaah nyang masjid, lek kowe kate nandi-nandi lawange tutupen ya?” saka njero kamar Udin keprungu suarane emakne sing lagi pamit, Udin sing maune merengut langsung maleh dadi bungah maning lan semangat “oh enggih mak, atos-atos” ndek atine Udin “hehe na budhal cepet mak ben aku isa nyolong dhuwike samian, hihihi”. Alus-alus Udin metu saka kamar lan clingukkan nyawang emake wis budal apa durung “asik make wis budal” cepet-cepet Udin mblayu nyang kamare emakne, karo gugup lan katon kesusu bantal-bantal disingkapi lan kasure uga dijungkirno karo Udin. Jebul apa sing digoleki Udin kuwi ketemune ana ing ngisor kasur, dompete emakne dijukuk dibukak, nalika ndeleng isine dompet Udin katon mesem amergo nemu dhuwik. Tangane Udin disusupna ing dompet lan nggondhol dhuwek 5000. Bar kuwi dompete langsung dibalekke ing asale mau lan kasur bantal sing bubar diungkrah-ungkrah mau dibalekke, Udin ngrapike barang-barang kuwi mau kaya asale kareben emake ora ngetarani.
            Bubar enthuk dhuwik, Udin langsung budhal menyang warunge Kak Nan sing biyasane di juluki Nan Edhel pawakane gendhut endhik tapi enjoh lan akrap karo bocah-bocah cilik, kayadene Udin lan kanca-kancane sing wis kerep marung mrana. Karo mlaku Udin ngomong karepe dhewe karo mesem “lumayan dhuwek 5000 keno gawe ngopi karo ngecer rokok hehe”. Wengi kuwi cuacane pancen cerah banget, bintang lan rembulan mencorong kerlip-kerlip ana ing awang-awang, dikancani swarane jangkrik lakune Udin sing ijen tanpa kanca.
            Ora suwe Udin tekan warunge Kak Nan. Udin pancen wis dadi langganan ing warunge Kak Nan kuwi, saben wayah sekolah ngaso Udin karo kancane marung bareng nyang kana dadi Udin karo Kak Nan ya wis cedhak lan wis akrab banget. “Kak Nan kopi ireng siji ya?” tangane karo diangkat lan ngacungna driji penyuding ngarah nang Kak Nan. “oke rebes tunggu sedhelok ya” Kak Nan sok sibuk nggawekke kopi sing dipesen karo pelanggane sing tekan luwih disik saka Udin. Bar gawe kopi terus diterke nyang pelanggane sing pesen mau, cingkir dicangking kiwa tengen lewat garepe Udin “Udin kok dhewekan kancane nyang ngendi. Biyasane kok karo Ulum..??” Udin karo ngenteni pesenane mau “emboh Kak Nan wong ora katon blas mau kok, tapi mengko lak mrene ta Kak nan” Kak Nan bar ngeterke kopi langsung bali nyang kompore kate nggawekake Udin kopi “oh yowes lek ngono, aja sek ya tak gawekke kopi” ora direwes karo Udin malah ditinggal ngothek rokok eceran sing wis disedhiyakke karo Kak Nan ana ing toples.
            Nalika lagi nyumet rokok Udin digepuk uwong saka mburine nganti kaget “Udin kowe ngopi kok gak ngajak-ngajak”. Udin langsung mlengos noleh, jebul kancane dhewe. karo mesem Udin nyemauri “ya sepurane ta Lum”. Udin karo Ulum lungguh bareng sinambi ngenteni pesenane diterke karo Kak Nan. Ana ing lungguhan Udin karo Ulum njagong lan ngomong-ngomong, kopi sing wis diterke Kak Nan di ombe sakitik-sakitik karo jandon nganti kopine entek. Ora krasa jam wis nduduhke yen wengi saya dalu. Uwong sing ngopi ya saya entek padha bali garek ana wong 2 Udin karo Ulum tok. Warunge Kak Nan uga wis kate ditutup. Udin karo Ulum cepet-cepet ndang mbayar sakdurunge warung ditutup. Ulum ngadeg “Din ayo bali Din” “iya wes ayo” Udin karo Ulum akhire bali bareng. Sakjrone lakune wong 2 kuwi mau Udin weruh pitik jago sing dikurungi ana ing njabane omah karo sing nduwe, Udin nyetop lakune, mesem karo nglirik Ulum “Lum kuwi delengen ana pitik” mripate Ulum langsung ngetutake arah sing disudingi karo Udin senajan Ulum ora mudheng karepe Udin “iya terus ngopo yen ana pitik??”. Pitik kuwi pitik jago sing biyasae diadu digawe judi karo sing nduwe. “apik Lum ayo dijukuk yoo, mengko didol lak lumayan Lum isa gawe ngopi wong 2” pandhelenge Ulum langsung nyorot nyang Udin karo mesem “dicolong maksudmu?, emange kowe wani.?” Tangane Ulum digeret karo Udin “uwis ayo melu aku, aja kuwatir”. Akhire Ulum ngetotake apa kekarepane Udin karo tangane diglandhang. “Lum kowe nunggoni nang kene wae ya,? Aja minggat nandi-nandi, mengko yen ana uwong ngomongo, aku ben sing nyolong pitike” Ulum nyemauri karo plingak-plinguk ndhelengi ana uwong apa ora “oke cepet tapi aja suwi-suwi”. Alus-alus Udin mlangkah sikile jinjit supaya lakune ora kemresek, alus-alus kurungan sing kaya kubah kuwi dibukak lan pitike langsung disaut sikile. “keyoook keyooook keyyoook” suwarane pitik mbengok nganti sing nduwe pitik mbejudhung saka jero ngomah “sapa kuwi???” amerga saking gugupe Ulum langsung pencilakan mblayu ninggal Udin dhewekan. Udin ya katon gugup sisan kaya kepingin mblayu nanging eman pitike. Sing nduwe pitik weruh ana uwong sing nyekel pitike langsung melu mblayu nyang Udin, Udin dicekel karo sing nduwe pitik “lapo kowe? Pingin nyolong pitikku ya?” celanane Udin katon mbanyu saking wedine nganti kepuyoh lan ora isa nyemauri, pikire kepingin mblayu wae nanging tangane Udin dicekeli kenceng banget nganti Udin ora isa menyat nyang ngendi-ngendi. “kowe anake sapa? Jawapen” sing nduwe pitik mau takon karo mbentak-mbentak nganti Udin wedi kuwatir digepuki “kula yogane Ngatemah” Udin semaur karo prembek-prembek kepingin nangis “Ngatemah sapa? Bocah cilik wis blajar nyolong. Kene melu aku takcancang nang uwit kowe nganti sesok” tangane Udin diglandhang “aja mas aja, aku wedi mas ngapunten mas ngapunteeen aku kapok aku pingin moleh mas” Udin nuangis karo ngesot nganti sandhangane acak-acakan katon semrawut kabih, nanging Udin ora direwes malah digawakke tali lan sido dicancang temen ana ing ngisore uwet nangka. Bubar naleni, Udin ditinggal dhewekan karo sing duwe pitik mau. Karo mlangkah melbu sing duwe pitik mau ngomong “kuwi akibate yen kowe dadi bocah bandhel, dadi bocah nakal, rasakke kuwi nganti sesok ben kapok” “inggih mas inggih kula salah kula nyuwun ngapunten kula kapok mas kula mboten ngulangi malih kula sampian culke mas” Udin mrengek-mrengek njaluk sepuro karo tangise sayabanter nganti megap-megap, nanging ora digubris karo sing duwe pitik.
            Suwengi Udin dicancang isine mung nangis. Nganti adzan subuh wis nyapa pangrungune Udin, lagi sing duwe pitik mau metu lan taline Udin dicolke “wis aja ulangi ya dek?” Udin isih sengguk-sengguk “inggih mas kula sampun kapok” “yawis wis ndang bali, aja diulangi tenan lo, dadio bocah sing migunani aja bandhel lan aja seneng ngrugekke wong liyo” karo ndingkluk Udin semaur karo sengguk-sengguk “enggih mas, kula nyuwun ngapunten”. Bar diceramahi kaya mengkunu Udin langsung mlaku timik-timik karo ucek-ucek mripate ngusapi luhe sing isih ndlewer. Sakjrone lakune Udin karo mikir lan nyadhari kesalahane. Mulai saka kejadhian kuwi Udin wis bener-bener kapok tenanan lan Udin janji karo awake dhewe yen wis ora bakal ngulangi kuwi mau. Sejak kuwi Udin maleh dadi anak sing rajin penurut lan ora bandhel, ora tau ganggu utawa nggode bocah cilik maneh, apa maneh bab nyolong Udin wis ora wani nglakoni manih. Wis kapok.

Categories

Diberdayakan oleh Blogger.