Cublak-cublak suweng
Suwengé ting gulèndhèr
Mambu ketundung gudhèl
Pak jempol léda ledé
Sapa nggawa ndelikaké
Sir… sirpong dhelé gosong
Sir… sirpong dhelé
gosong
Lagu diatas sering kali
saya dengarkan pada zaman dulu ketika malam padhang bulan tiba kampung Godog
kecamatan Laren, anak-anak kecil keluar rumah untuk bermain dengan alunan
tembang Padhang bulan, salain permainan cublak-cublak sueng banyak sekali dolanan
tradisional yang biasanya dimainkan dibawa penerangan sinar bulan seperti gobak
sodor, jarate, engkle, lompat tali, petak umpet atau sengedanan. Sunguh ramai
teriakan, tawa, dan celoteh-celoteh khas anak-anak terdengar pada malam itu.
Sekarang
dolanan atau perrmainan anak-anak masa lalu sekarang jarang sekali terdengar
apa lagi dimanikan di Kampung Godog Kecamatan Laren tersebut. semua itu karena
sudah banyak digantikan dengan permainan game atau Playstation bahkan game
online di warnet yang sekarang sudah banyak di kampung-kampung, atau kalah
dengan asyiknya tontonan televisi yang kurang mendidik, bahkan sekarang
anak-anak setingkat sekolah dasar saja sudah asyiknya dengan game yang ada di
handphone yang dia bawa sebagai teman bermain. Selain itu juga dimanjakan
dengan banyaknya fasilitas yang ada di
dalam handphone seperti kamera, mp3, bahkan dengan handphone keluaran terbaru
bisa melihat tanyangan televisi dari handphone tanpa harus mendapatkan
pendampingan dari orang tua saat melihatnya.
Tanpa disadari bahwa permainan
modern seperti game dari handphone dan juga tontonan dari televisi memiliki
efek yang kurang baik bagi perkembangan pendidikan anak karena cenderung
mengarahkan dan membentuk anak menjadi seseorang yang individualis dan
cenderung membuat dunianya sendiri serta menikmatinya, menjauhkan diri dari
dunia nyata sehingga membawa seseorang semakin terasing dari dunia nyata.
Seseorang tidak lagi perlu berinteraksi dengan orang lain untuk memainkan
permainan dari game modern. dan sebagai orang sosial dia merasa kalau tidak
perlu memerlukan orang lain, karena bisa bermain sendiri dengan dunia yang
buatnya sendiri. Kodrat manusia sebagai menusia sosial akan terancam. Orang
yang sudah bersikap individual dan asyik dengan dunianya sendiri tidak akan
peduli dengan keadaan lingkungan sekitar.
Berbeda dengan dolanan tradisonal,
bahkan dalam bentuk dolanan paling sederhana pun kita membutuhkan orang lain
untuk memainkanya, jadi jika dimaikan sendiri permainan menjadi tidak asyik dan
unsur susprese dalam permainan menjadi berkurang, cublak-cublak sueng tidak akan
ada tanpa teman, gobak sodor tidak akan terjadi tanpa sekumpulan kawan. Secara
pasti dapat dikatakan bahwa dolanan tradisional dimainkan bersama dengan orang
lain. Dengan demikian muncullah interaksi antar manusia.
Dolanan
Tradisional mengajarkan sportivitas dan aturan main yang disepakati bersama.
Memang benar bahwa sudah ada aturan umum dalam dolanan tradisional. Namun
demikian untuk memulai suatu permainan pada suatu waktu, mau tidak mau,
anak-anak akan berunding terlebih dahulu dan membuat kesepakatan bersama.
Interaksi yang terbangun tidak hanya dalama taraf kebersamaan fisik (sosio
fisik) tetapi juga efektif (sosio efektif)dan psikis (sosio psikis).
Juga
ada kebutuhan untuk interaksi manusia dengan alam sekitar. Jika diperhatikan,
kebanyakan dolanan tradisional tidak membutuhkan banyak alat. Alam telah
menyediakan berbagai sarana untuk permainan tradisional. Petak umpet tidak
perlu alat selain halaman dengan berbagai pohon dan bangunan sekitar,
cublak-cublak sueng cukup beralatkan sebuah batu kecil, sementara gobak sodor
dapat dimainkan berbekal halaman luas dan sebuah dahan kering untuk membuat
garis. Alam sudah menyediakan alat dan sarana untuk bermain. Lebih dari itu,
karena keakraban dengan alam, manusia kerap kali diajari alam (kearifan lokal)
yang kadang-kadang tak bisa dipecahkan oleh nalar.
Selain
itu juga banyak sekali nilai-nilai budaya yang luhur dalam setiap solanan
tradisional seperti cublak-cublak sueng bukan hanya sebagai dolanan penghibur
namun dalam dolanan cublak-cublak sueng orang diajarkan kepercayaan terhadap
orang lain, kejujuran, menumbukkan kreatifitas dan kepribadian.
Masih
banyak lagi dolanan tradisional yang ada disekitar kita yang dulu sering
dimainkan anak-anak kecil di desa Godog untuk mengisi waktu luang atau
istirahat di sekolah semisal: cekeran, malingan, patung-patunga, salnepan,
bentik, kong-kong bolong, ciplukan, serem gendem, lompat tali, glimukan,
sengedanan, nekeran, ongle, serta beberapa lagi yang belum tercatat.
Bagaimanapun
juga, dolanan anak-anak tersebut perlu digalakkan kembali kendati jaman telah
berubah. Perlu diingat perubahan itu harus memiliki nilai-nilai kemanusiaan
yang tinggi. Untuk itu, unsur budaya – dalam hal ini permainan anak-anak
haruslah pula digalakkan dan disebarluaskan karena apat membantu manusia
mencapai peradaban yang lebih manusiawi, yang memiliki etika yang baik.
Sumber :
http://kabarlamongan.com/belajar-dan-bermain-dolanan-tradisional/
http://koran-zain.blogspot.com/2013/11/opini-belajar-bermain-tradisional.html
0 komentar:
Posting Komentar