Tempat desa sawo ini geografisnya cukup bagus, karena berada di suatu tempat yang di situ buminya masih belum terlalu banyak dipenuhi oleh gedung-gedung tinggi, ataupun pabrik-pabrik penghasil polusi, melainkan masih menyatu dengan alam dan masih dikelilingi ladang-ladang persawahan dan juga dekat dengan hutan jati, sehingga mayoritas penduduk desa tersebut penghasilannya banyak melalui hasil buminya seperti bertani, berternak dan bercocok tanam dan lain sebagainya. Oleh karena itu sedekah bumi di desa sawu ini rutin dilaksanakan dengan tujuan untuk manyambung tali persaudaraan dan membangun suatu kebersamaan, selain itu sedekah bumi ini juga sebagai wujud dari rasa syukur penduduk masyarakat desa sawo kepada tuhan atas berkah yang telah dilimpahkannya.
Tradisi atau upacara sedekah bumi ini sudah cukup lama ditinggalkan dan diwariskan oleh para sesepuh atau nenek moyangnya, hingga saat ini tradisi sedekah bumi di desa sawo masih rutin diadakan oleh masyarakat setempat. Biasanya upacara sedekah bumi ini diadakan pada saat setelah lebaran dan hanya dilaksanakan setahun sekali. Upacara sedekah bumi didesa sawun ini berbeda dengan sedekah-sedekah bumi pada umumnya, ya meskipun dari peralatan dan ubarampenya sedikit ada persamaan karena masih sama-sama menggunakan sesaji berupa tumpeng dan makanan-makanan atau jajan pasaran seperti tumpeng-tumpeng pada umumnya. Namun di sini yang membedakan upacara sedekah bumi dari desa sawu dengan desa-desa lainnya yaitu dari segi proses dan pelaksanaannya.
Sebelum pelaksanaan upacara sedekah bumi itu dimulai, para penduduk berkumpul disalah satu rumah warga yang memiliki hajatan untuk membuat sebuah tumpeng besar lengkap dengn isinya untuk dihias seindah dan secantik mungkin. Isi dari tumpeng tersebut berupa nasi, ayam goreng, sambal kelapa, tempe, ikan gerih dan lain sebagainya. Karena yang memiliki hajatan untuk membuat tumpek itu tidak hanya satu atau dua, maka para penduduk membagi diri untuk saling membantu, sebagian ada yang membantu di rumah warga A dan sebagian lagi ada yang membantu di rumah warga B dan seterusnya seperti itu, malahan ada juga warga yang bukan asli penduduk desa sawu yang mau membantu menyiapkan perlengkapan dan membuat tumpeng bersama penduduk setempat lainnya.
Setelah tumpeng itu jadi, warga-warga yang telah membuat tumpeng itu lalu mengarak tumpeng tersebut berangkat dari rumah yang punya hajat keliling desa hingga berakhir dilapangan yang ada didesa sawu, semua warga dan penduduk desa sawo beramai-ramai berkumpul dilapangan tersebut, setelah semua berkumpul dan semua tumpeng yang dibawa warga juga sudah hadir, lalu fase selanjutnya yaitu diadakannya penilaian kekreatifan dalam menghias tumpeng tersebut oleh petinggi desa, tumpeng yang bagus akan mendapatkan sebuah hadiah berupa kambing atau ayam dan sembako. Setelah penilaian selesai, baru tetua desa mengambil alih acara tersebut untuk mendoakan tumpeng-tumpeng sebelum dibagikan kepada semua warga-warga yang hadir dalam upacara sedekah bumi, pembagian tumpeng disitu sangat tertip karena tidak dengan cara rebutan seperti upacara sedekah bumi lainnya melainkan yang punya hajat atau yang memiliki tumpeng itu yang membagi, namun pemilik tumpeng tidak boleh memakan tumpengnya sendiri karena hanya untuk dibagikan.
Tumpeng yang sudah jadi digotong 4 orang, dua depan dan duanya lagi belakang, di situ melambangkan sikap gotong royong dan bentuk tumpet itu mengrucut keatas seperti piramit, bagian bawah tumpeng terlihat lebar melambangkan manusia dan semakin keatas lagi yang paling ujung melambangkan tuhan yang maha esa atau sang hyang tunggal. Dan ketika pembagian itu menggambarkan ketertiban dan kesabaran. Namun acara penilaian tersebut hanya sebagai hiburan para warga desa sawo kecamatan dukun kabupaten gresik.
0 komentar:
Posting Komentar